Archive for June 14th, 2010

Kekuatan fikiran

Seseorang memberitahukan kepada saya tentang hebatnya kekuatan fikirin, seperti juga yang dikatakan beberapa mentalis terkenal di indonesia, seseorang bertindak baik atau buruk memang benar seratus persen datangnya dari fikiran kita sendiri, cuma masalahnya terkadang sifat manusia sendiri belum sepenuhnya bisa mengendalikan fikiran untuk selalu berpositive ria.

Tetapi semua itu bisa diatasi dengan perlahan, melatih fikiran kita agar menciptakan sesuatu yang berdampak baik,
Ada salah satu kutipan yang paling saya sukai dari salah satu filsuf, “when you wholeheartedly adopt a “with all your heart” attitude and go out with the positive principle, you can do incredible things” (norman vincent peale”
Intinya dengan kita berfikiran positive kita akan menciptakan sesuatu yang luar biasa dan berdampak baik juga energi yang kita dapat adalah aura yang sehat dan terang : positivisme, optimisme, idealisme, menghargai pendapat orang, alturuisme, gotong royong, sikap sportif, toleransi dan banyak lagi.

Sebaliknya dengan kita berfikiran negative akan berdampak negative pula seperti kebencian, rasialisme, pemaksaan kehendak, paranoid, iri, dengki, pesimisme, arogansi, siap tidak peduli Dll.
Hendaklah kita selalu berusaha untuk berfikiran positive, memandang segala permasalahan yang ada dengan senyuman dan menyelesaikan secara cepat dan tenang jangan takut sesuatu akan pergi dengan sendirinya apabila anda melihat suatu masalah itu dengan cara positive.

Alihkanlah permasalahan anda dengan hal2 yang baik, melakukan kegiatan yang bermanfaat, pertajam intelektualitas anda, percaya pada diri anda sendiri bahwa sesuatu masalah datang bersamaan dengan jalan kelurnya, sebenarnya sesuatu yang kita sebut “masalah” itu datang karna kita sendiri membiarkan masalah itu datang menimpa kita.

Berikanlah penghargaan pada diri kita sendiri dengan kata2 baik seperti “baik,pintar,rajin,shaleh,pekerja keras,berkemampuan tinggi,peka,suka memberi,dll”, secara tidak langsung alam bawah sadar kita akan membimbing kita ke hal2 yang saya sebutkan diatas.
Pertajam naluri anda dan jadikanlah fikiran kita untuk selalu ber positive thinking.

Jauhkan sikap traumatis

Pengalaman masa lalu yang cukup menyakitkan sedikit banyak akan mempengaruhi psikologis seseorang.Contoh yang sering kita lihat adalah kekerasaan pada anak “child abuse” banyak faktor yang mempengaruhi orang tua “kandung” melakukan “kejahatan” yang dianggap normal oleh mereka tanpa mereka berfikir dampak apa yang akan terjadi pada si anak di kehidupan mendatang.
Semestinya orang tua menanaman sifat yang baik pada sang anak, bukanya mencontohkan hal2 yang diluar batas normal.

Banyak kasus yang akan membuat sesorang trauma akan masa lalu seperti, perceraian, orang tua yang otoriter, kekerasan, dll.Ironisnya itu dianggap wajar oleh para orang tua sebagai proses pendisiplinan sang anak, dan yang lebih mengkhawatirkan lagi kemiskinan yang sangat akan membuat seseorang bertindak seperti binatang.

Biasanya anak yang dibesarkan didalam lingkungan seperti ini akan berprilaku antisosial,cenderung kasar dan selalu waspada.pada kasus kebanyakan apabila anak berhasil dibesarkan oleh orang lain atau kerabatnya mereka akan berprilaku sperti itu pada jangka waktu yang panjang, tergantung dari pendidikan selama dia tinggal di tempat itu.

Mereka akan merasa rendah diri yang sangat karna mungkin mereka semasa kecil di cekoki kata2 yang merendahkan harga diri sang anak, mereka akan merasa selalu hidup didalam sebuah lingkaran yang orangtua mereka ciptakan dan berfikiran “nasib” mereka memang seperti itu, disinilah dibutuhkanya seseorang yang bisa mengangkat harga diri mereka, seseorang yang memotivasi mereka untuk berfikir dan menjalani hidup jauh kedepan keluar dari lingkaran masa lalu.

Kalau pun ada diantara pembaca yang memiliki kisah yang kurang lebih sama seperti yang saya uraikan diatas alangkah baiknya kalo kalian berusaha untuk mulai berfikiran tentang masa depan, jangan biarkan masa lalu menggerogoti potensi alami yanga ada pada diri kalian, carilah orang disekitar kalian yang ber kompeten untuk menjadi tutor dalam segala permasalahan, apabila tidak ada jangan menyerah sepatutnya diri anda sendiri yang bertanggung jawab menentukan masa depan dan akan seperti apakah nantinya anda.

Ingatlah bahwa semua orang dilahirkan tidak sia2, semua orang pasti memiliki potensi, galilah potensi dalam diri anda, kembangkan, dan perlihatkan pada orang yang menganggap anda tidak ada, “be something from nothing”

Setelah anda berhasil keluar dari lingkaran masa lalu yang kelam, yang patut diingat adalah “jangan mengulang sejarah masa lalu yang tidak baik” kepada anak2 anda, jadikanlah masa lalu anda adalah “daerah terlarang” untuk anak2 anda dekati, berikanlah hal-hal yang baik yang belum pernah anda dapatkan pada masa kanak2 anda, belajarlah untuk memaafkan masa lalu anda dan anggaplah itu adalah sebagian dari novel horror yang akan segera anda lupakan dan mulai dengan kehidupan baru yang lebih gemilang, buatlah orang2 bangga dan tersenyum dengan perubahan2 yang anda ciptakan, ingat juga bahwa anda jauh lebih berharga dari masa lalu anda dan jauhkan “penyakit” trauma anda.

Charles Darwin

Lahirnya bersamaan benar dengan Abraham Lincoln, 12 Februari 1809 di Shrewsbury, Inggris. Charles Darwin penemu teori evolusi organik dalam arti seleksi alamiah ini pada umur enam belas tahun masuk Universitas Edinburg belajar kedokteran, tetapi baik kedokteran maupun anatomi dianggapnya ilmu yang bikin jemu.

Tak lama kemudian dia pindah ke Cambridge belajar unsur administrasi perkantoran. Walau begitu, berburu dan naik kuda di Cambridge jauh lebih digemarinya ketimbang belajar ilmu itu. Dan walaupun begitu, dia toh masih bisa memikat perhatian salah satu mahagurunya yang mendorongnya supaya ikut dalam pelayaran penyelidikan di atas kapal H.M.S. Beagle sebagai seorang naturalis. Mula-mula ayahnya keberatan dengan penunjukan ini. Pikirnya, perjalanan macam itu hanyalah dalih saja buat Darwin yang enggan dengan pekerjaan serius. Untungnya, belakangan sang ayah bisa dibujuk dan merestui perjalanan itu yang akhirnya ternyata merupakan perjalanan yang paling berharga dalam sejarah ilmu pengetahuan Eropa.

Darwin mulai berangkat berlayar di atas kapal Beagle tahun 1831. Waktu itu umurnya baru dua puluh dua tahun. Dalam masa pelayaran lima tahun, kapal Beagle mengarungi dunia, menyelusuri pantai Amerika Selatan dalam kecepatan yang mengasyikkan, menyelidiki kepulauan Galapagos yang sunyi terpencil, mengambah pulau-pulau di Pacifik, di Samudera Indonesia dan di selatan Samudera Atlantik.

Dalam perkelanaan itu, Darwin menyaksikan banyak keajaiban-keajaiban alam, mengunjungi suku-suku primitif, menemukan jumlah besar fosil-fosil, meneliti pelbagai macam tetumbuhan dan jenis binatang. Lebih jauh dari itu, dia membuat banyak catatan tentang apa saja yang lewat di depan matanya. Catatan-catatan ini merupakan bahan dasar bagi hampir seluruh karyanya di kemudian hari. Dari catatan-catatan inilah berasal ide-ide pokoknya, dan kejadian-kejadian serta pengalamannya jadi penunjang teori-teorinya.

Darwin kembali ke negerinya tahun 1836 dan dua puluh tahun sesudah itu dia menerbitkan sebarisan buku-buku yang mengangkatnya menjadi seorang biolog kenamaan di Inggris. Terhitung sejak tahun 1837 Darwin yakin betul bahwa binatang dan tetumbuhan tidaklah bersifat tetap, tetapi mengalami perubahan dalam perjalanan sejarah geologi. Pada saat itu dia belum sadar apa yang menjadi sebab-musabab terjadinya evolusi itu.

Di tahun 1838 dia baca esai “Tentang prinsip-prinsip kependudukan” Thomas Malthus. Buku Malthus ini menyuguhkannya fakta-fakta yang mendorongnya lebih yakin adanya seleksi alamiah lewat kompetisi untuk mempertahankan kehidupan. Bahkan sesudah Darwin berhasil merumuskan prinsip-prinsip seleksi alamiahnya, dia tidak tergesa-gesa mencetak dan menerbitkannya. Dia sadar, teorinya akan mengundang tantangan-tantangan. Karena itu, dia memerlukan waktu lama dengan hati-hati menyusun bukti-bukti dan memasang kuda-kuda untuk mempertahankan hipotesanya jika ada serangan.

Garis besar teorinya ditulisnya tahun 1842 dan pada tahun 1844 dia mulai menyusun bukunya yang panjang lebar. Di bulan Juni 1858, tatkala Darwin masih sedang menambah-nambah dan menyempurnakan buku karya besarnya, dia menerima naskah dari Alfred Russel Wallace (seorang naturalis Inggris yang waktu itu berada di Timur) menggariskan teorinya sendiri tentang evolusi. Dalam tiap masalah dasar, teori Wallace bersamaan dengan teori Darwin! Wallace menyusun teorinya secara betul-betul berdiri di atas pikirannya sendiri dan mengirim naskah tulisannya kepada Darwin untuk minta pendapat dan komentar dari ilmuwan kenamaan itu sebelum masuk percetakan.

Situasinya menjadi tidak enak karena mudah berkembang jadi pertarungan yang tidak dikehendaki untuk perebutan prioritas. Jalan keluarnya, baik naskah Wallace maupun garis-garis besar teori Darwin secara berbarengan dibahas oleh sebuah badan ilmiah pada bulan berikutnya.Cukup mencengangkan, pengedepanan masalah ini tidak begitu diacuhkan orang. Buku Darwin The Origin of Species terbit pada tahun berikutnya, menimbulkan kegemparan.

Memang kenyataannya mungkin tak pernah ada diterbitkan buku ilmu pengetahuan yang begitu tersebar luas dan begitu jadi bahan perbincangan yang begitu hangat, baik di lingkungan para ilmuwan maupun awam seperti terjadi pada buku On the Origin of Species by Means of Natural Selection, or The Preservation of Favoured Races in the Strugle for Life. Saling adu argumen tetap seru di tahun 1871 tatkala Darwin menerbitkan The Descent of Man, and Selection in Relation to Sex.

Buku ini, mengedepankan gagasan bahwa manusia berasal dari makhluk sejenis monyet, makin menambah serunya perdebatan pendapat.Darwin sendiri tidak ambil bagian dalam perdebatan di muka publik mengenai teori yang dilontarkannya. Bisa jadi lantaran kesehatan karena sehabis perkelanaannya yang begitu parrjang dengan kapal Beagle (besar kemungkinan akibat demam, akibat penyakit Chaga gigitan serangga di Amerika Latin). Dan bisa jadi karena dia merasa cukup punya pendukung gigih semacam Thomas H. Huxley seorang jago debat dan pembela teori Darwin, sebagian terbesar ilmuwan menyetujui dasar-dasar kebenaran teori Darwin tatkala yang bersangkutan niati tahun 1882.

Sebenarnya –jika mau bicara tulen atau tidak tulen– bukanlah Darwin penemu pertama teori evolusi makhluk. Beberapa orang telah menyuarakannya sebelum dia, termasuk naturalis Perancis Jean Lamarek dan kakek Darwin sendiri, Erasmus Darwin.Tetapi, hipotesa mereka tidak pernah diterima oleh dunia ilmu pengetahuan karena tak mampu memberi keyakinan bagaimana dan dengan cara apa evolusi terjadi. Sumbangan Darwin terbesar adalah kesanggupannya bukan saja menyuguhkan mekanisme dari seleksi alamiah yang mengakibatkan terjadinya evolusi alamiah, tetapi dia juga sanggup menyuguhkan banyak bukti-bukti untuk menunjang hipotesanya.

Layak dicatat, teori Darwin dirumuskan tanpa sandaran teori genetik apa pun atau bahkan dia tak tahu-menahu mengenai pengetahuan itu. Di masa Darwin, tak seorang pun faham ihwal khusus bagaimana suatu generasi berikutnya. Meskipun Gregor Mendel sedang merampungkan hukum-hukum keturunan pada tahun-tahun berbarengan dengan saat Darwin menulis dan menerbitkan bukunya yang membikin sejarah, hasil karya Mendel yang menunjang teori Darwin begitu sempurnanya, Mendel nyaris sepenuhnya tak diacuhkan orang sampai tahun 1900, saat teori Darwin sudah begitu mapan dan mantap. Jadi, pengertian modern kita perihal evolusi –yang merupakan gabungan antara ilmu genetik keturunan dengan hukum seleksi alamiah– lebih lengkap ketimbang teori yang disodorkan Darwin.

Pengaruh Darwin terhadap pemikiran manusia dalam sejarah. Dalam kaitan dengan ilmu pengetahuan murni, tentu saja, dia sudah melakukan tindak revolusioner semua aspek bidang biologi. Seleksi alamiah betul-betul punya prinsip yang teramat luas serta mendasar, dan pelbagai percobaan sudah dilakukan penerapannya di pelbagai bidang-seperti antropologi, sosiologi, ilmu politik dan ekonomi.Bahkan barangkali pengaruh Darwin lebih penting terhadap pemikiran agama ketimbang terhadap segi ilmu pengetahuan atau sosiologi.

Pada masa Darwin dan bertahun-tahun sesudahnya, banyak penganut setia Nasrani percaya bahwa menerima teori Darwin berarti menurunkan derajat kepercayaan terhadap agama. Kekhawatiran mereka ini barangkali ada dasarnya biarpun jelas banyak sebab faktor lain yang jadi lantaran lunturnya kepercayaan beragama. (Darwin sendiri menjadi seorang sekuler).Bahkan atas dasar sekuler, teori Darwin mengakibatkan perubahan besar pada cara manusia dalam hal mereka memikirkan ihwal dunia mereka (bangsa manusia itu tampaknya) secara keseluruhan tidak lagi menduduki posisi sentral dalam skema alamiah alam makhluk sebagaimana tadinya mereka akukan.

Kini kita harus memandang diri kita sebagai salah satu bagian saja dari sekian banyak makhluk dan kita mengakui adanya kemungkinan bahwa sekali tempo akan tergeser. Akibat dari hasil penyelidikan Darwin, pandangan Heraclitus yang berkata, “Tak ada yang permanen kecuali perubahan” menjadi diterima secara lebih luas. Sukses teori evolusi sebagai penjelasan umum mengenai asal-usul manusia telah lebih mengokohkan kepercayaan terhadap kemampuan ilmu pengetahuan menjawab segala pertanyaan dunia fisik (walaupun tidak semua persoalan manusia dan kemanusiaan).

Istilah Darwin, “Yang kuat mengalahkan yang lemah” dan “Pergulatan untuk hidup” telah masuk menjadi bagian kamus kita.Memang teori Darwin akan terjelaskan juga walau misalnya Darwin tak pernah hidup di dunia. Apalagi diukur dari apa yang sudah dihasilkan Wallace, hal ini amat mengandung kebenaran. Namun, adalah tulisan-tulisan Darwin yang telah merevolusionerkan biologi dan antropolgi dan dialah yang telah mengubah pandangan kita tentang kedudukan manusia di dunia.

“Berbagai sumber”

Hidup berpasangan adalah pilihan

Cinta bukan terjadi begitu saja, cinta perlu diciptakan sama seperti penciptaan hal-hal lain. Bayangkan saja seperti anda akan membuat kue. Mungkin anda akan mulai memikirkan anda sedang ingin makan kue apa, kemudian anda menaksir berapa banyak waktu yang anda miliki dan kue apa yang bisa anda buat dalam jangka waktu itu. Memutuskan apa yang akan anda buat, lalu mengambil langkah untuk memperoleh bahan bakunya, mengkuti resepnya lalu memakanya. Anda pasti tidak akan hanya menunggu di dapur sambil berharap hidangan akan muncul seperti sihir.

Proses ini tidak berbeda jauh dengan cinta, cinta juga diciptakan dari khayalan, niat, dan pengaturan tindakan anda. Banyak yang mempunyai anggapan salah bahwa menginginkan cinta adalah sama dengan mencari cinta. Anda tidak bisa dengan selalu duduk diam dirumah menanti pasangan sejati anda mengetuk pintu rumah anda dan langsung bahagia selamanya.sayang sekali prosesnya tidak seperti itu, minimal anda mempunyai bekal dalam memulai proses itu.

Makna berpasangan adalah penyatuan dua kesatuan yang utuh. Segala macam jenis berpasangan akan terbentuk bila masing-masing pihak yakin bahwa terdapat keuntungan lebeih besar jika menyatukan energi, bakat, dan sumber daya daripada tetap sendirian.

Dalam hidup berpasangan akan terjadi proses dua orang bersatu untuk menciptakan realitas baru. Secara fisik, mental, emosional, dan spiritual, bergerak dari realitas “aku” yang terpisah ke dalam realitas-gabungan menjadi “kami”, dimana ke dua “aku” melengkapi “kami”, yang lebih luas. Bukan bertujuan menghapus “aku” justru memperluas dan meningkatkan oleh perpaduan kimiawi. Bersatu membentuk suatu tim yang bertujuan menjalani kehidupan bersama sebagai kekuatan gabungan.

Pilihan anda akan sesuai dengan apa yang anda ciptakan di dalam alam bawah sadar anda, mulai lah bergerak untuk merealitaskan ciptaan anda, bentuklah pasangan anda terhadap diri anda sendiri dan gabungkanlah keduanya ke dalam area netral aturan anda, maka pilihan anda akan jauh dari kesan kesalahan.

Naskah Laut Mati

Dipertengahan abad 20 atau pada tahun 1945 di bulan desember ada seorang Mesir bernama Muhammad Ali berjalan ke sebuah karang di pinggiran sungai Nile, di pedalaman Mesir dekat dengan wilayah Nag Hamadi, dia tanpa sengaja menemukan Gentong ( bejana tua ) yang nyata terlihat sangat kuno dan asli, dan di dalam gentong tersebut terdapat 13 lembar kulit berisi 50 risalah, terdapat judul teks yang telah ribuan tahun hilang yaitu : Peuaggelion Pkata Thomas, ( injil menurut thomas atau injil thomas ).

Manuskrip Koptik berisikan Injil thomas berasal dari tahun 350 M, sementara fragmen Yunani berasal dari tahun 200 M, Injil Thomas ini diperkirakan dari tahun 100 M, edisi paling awal diperkirakan dari tahun 50 – 60 M. Perlu diketahui bahwasannya Injil thomas tidak berbentukcerita naratif seperti 4 injil lainnya, namun berisi perkataan-perkataan yesus ( Nabi ISA ), kalau di baca oleh muslim tampak seperti hadist – tapi tanpa sanad.

Dengan penemuan arkeolog di Mesir tersebut, para sarjana yang berjumlah 75 sarjana bible terkemuka telah bersidang selama 6 tahun, dan keluarlah kajian yang berjudul “five Gospel” pada tahun 1993. dan semua pertanyaan akhirnya terjawab dalam sebuah kesimpulan yaitu bahwa dari Injil-injil yang ada sekarang ini hanya terdapat 18 % saja yang diperkirakan asli perkataan Nabi ISA, sementara sisanya …….? ( ALLAH lebih tahu dari segalanya ).

Hasil kajian ini tentunya membuat geger dunia kristen, lain dari pada itu , dari 114 sabda yesus ( Nabi ISA) dalam injil thomas, tidak satupun ada pernyataan atau isyarat terhadap doktrin “Penyalipan” atau penebusan dosa. ( ini penemuan arkeolog pertama )Penemuan Kedua :terjadi pada tahun 1947 di Qumran, oleh seorang anak pengembala kambing, bernama Muhammad Ad-Dib. gulungan manuskrip yang ditemukan berisi tulisan kitap perjanjian lama, oleh sebuah komunitas yang diidentifikasikan sebagai salah satu sekte yahudi yaitu sekte Esenes.

Dalam komunitas tersebut terdapat seorang Nabi yang sejaman dengan Nabi ISA yaitu Nabi Yahya as ( Yohanes pembabtis – menurut tradisi kristen – )tapi tidak semua gulungan dapat diteliti karena sebab sesuatu hal adanya kelompok yang berkepentingan , menyembunyikan kebenaran tersebut.dari sekian tulisan yang ada di BUKU ini yaitu misteri laut mati ( the dead sea scrolls ) atau judul aslinya Makhtutat al Bahri al Mayit dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain :

1. Injil yang ada dan beredar sekarang ini hanya 18 % perkataan Nabi ISA

2. Yesus ( Nabi ISA ) adalah manusia, yang makan, minum, dan menikah.Maka Umat Muslim tidak perlu menyamakan teologinya dengan yang lain, cukup menyeru kepada mereka, satu seruan yang sifatnya universal dan sesuai fitrah manusia sebagai mahluk, untuk kembali kepada satu-satunya Pencipta Yaitu ALLAH SWT .

Sedang Ritual dan masalah Fikh, maka yang berlaku adalah “Lakum diinukum waliyadiin” , bagimu agamamu dan bagiku agamaku

Pengarang : “AHMAD OSMAN”

perbedaan

Salah seorang teman saya bercerita, bahwa selama ini dia sukses di bidang karier tetapi selalu gagal di bidang percintaan, dia merasa selalu salah dalam memilih pasangan hidup, entah itu perbedaan keyakinan atau perbedaan dalam cara pandang. Sehingga dia menyimpulkan bahwa TIDAK ada seseorang pun yang pantas untuk dia cintai.

Entah karna dia sendiri terlalu berpatokan oleh aturan dia sendiri dalam mencari pasangan yang ideal atau memang kriteria dia tidak masuk akal, padahal di dunia ini tidak mungkin ada yang sama dalam segala hal, bahkan kembar identik pun masi mempunyai perbedaan entah itu tanda lahir ataupun sifatnya.

Padahal kalau saya lihat lagi perbedaan melahirkan sesuatu yang indah, perbedaan memperkaya wawasan kita serta bisa menjadi cara pandang yang luas. Seperti hukum negative dan positive, negative x negative hasilnya positive dan belum tentu hasil yang positive itu juga melahirkan suatu hal yang positive dalam kehidupan nyata.

Perbedaan melahirkan suatu sifat “saling”, saling melengkapi, saling menghargai pendapat yang berbeda, saling menghomati keputusan, saling bekerja sama dalam menghadapi masalah, dan banyak hal lagi.
Jangan takut akan perbedaan, karna perbedaan adalah sesuatu yang akan melengkapi diri kita sendiri sebagai seorang manusia yang mendekati sempurna.
Perbedaan akan membuat kita kaya akan pengalaman dan wawasan, dan membuat kita bisa diterima dimanapun kita berada.

Apa gunanya kalau kita berlimpah materi atau pun tingginya jabatan kalau kita tidak bisa berbagi, bertoleransi pada sesama dengan menerima perbedaan yang ada, itu bisa membuat hidup kita jauh lebih bermakna dan berwarna.

mencintai diri sendiri

Hubunga dengan diri sendiri merupakan pusat dari kehidupan anda. Ada perbedaan antara “Anda” dan “diri” anda. Diri anda adalah inti jati diri anda, kesatuan pokok yang hidup tanpa memandang kepibadian, ego, berbagai pendapat, dan berbagai emosi Anda. Diri anda adalah wahana kecil yang bersih di dalam batin anda yang dialami roh dan jiwa anda. “Anda” adalah sang pengamat, pelatih, penyunting, dan kritikus yang menyelidiki pikiran-pikiran, kata-kata, perasaan dan tingkah laku anda, dan menentukan sampai berapa jauh jati diri anda yang sesungguhnya diperlihatkan kepada dunia luar.

Mutu hubungan anda dgn diri sendiri sangat penting,karena merupakan dasar bagi semua hubungan lain nya, berlaku sebagai pola untuk membentuk semua penyatuan dalam hidup anda, kualitas, nada dan tekstur. Ini adalah pola kerja tentang cara memberi dan menerima cinta.Kedalaman dan kualitas hubungan anda dengan diri sendiri menentukan keberhasilan hubungan anda dengan orang lain. Bila anda berhasrat memiliki hubungan cinta sejati, maka langkah pertama yang harus diambil adalah belajar mencintai, menghormati, dan menghargai diri sendiri sebagai pribadi yang patut untuk dicintai dan benar-benar berharga.

Terkadang kita selalu menginginkan pasangan yang “mendekati” sempurna, baik hati, penuh perhatian, dan penuh cinta; yang memperlakukan kita dengan hormat, menerima apa adanya, mendengarkan keinginan cita-cita dan impian kita, membuat kita selalu istimewa, jujur dan terbuka dan banyak hal lagi.

Tapi coba kita terapkan perlakuan diatas kepada diri kita sendiri terlebih dahulu, karna mencintai diri anda sendiri adalah cara terbaik untuk belajar CARA mencintai, Cinta adalah tindakan yang memerlukan pemahaman, keahlian, dan kemampuan tertentu. Dengan berlatih mencintai diri sendiri, Anda berlatih ke tahap selanjutnya———Mencintai orang lain.

“Pasangan Kita Adalah Cerminan Diri Kita Sendiri”

Alkitab di Dunia Modern oleh,” Professor James Barr”

PASAL I:

LATARBELAKANG SITUASI MASA KINI I. KONSENSUS PADA PERIODE SESUDAH PERANG

Pada tahun-tahun sesudah perang dunia II, peranan Alkitab dalam iman dan teologia Kristen dinilai tinggi sekali, bahkan selama satu abad lebih sebelumnya, tidak pernah Alkitab mendapat penilaian yang begitu tinggi. Sebagian besar dari pada anggota-anggota Gereja dan dari pada kaum Teolog pada periode itu agaknya sependapat bahwa peranan Alkitab adalah mutlak penting, sehingga kalau Alkitab diabaikan, pastilah gereja dan iman kristen mengalami kecelakaan. Kedudukan Alkitab yang tinggi itu diakui oleh para teolog dan tercermin secara praktis dalam kehidupan jemaat-jemaat.

1. Gerakan Neo-orthodox Teologia pada waktu itu umumnya secara kuat menekankan Alkitab. Penekanan tersebut menonjol dalam gerakan yang sering disebut gerakan “neo-orthodox,” yang dipelopori oleh Karl Barth. Gerakan neo-orthodox itu mulai segera setelah perang dunia I dan begitu berkembang, sehingga pada akhir perang dunia II, sudah berpengaruh sekali. Titik penekanannya adalah pada isi Alkitab. Bahan pergumulannya ialah Allah Alkitab, Allah yang menyatakan Diri sebagaimana Dia berada, Allah orang Israel, konsep-konsep dan pemikiran Alkitab. Dengan penekanan-penekanan yang demikian, gerakan neo-orthodox itu kembali kepada prinsip-prinsip Reformasi yang sangat dihormatinya. Gerakan baru itu menolak pola-pola teologia yang disebut “liberal.” Alasannya ialah bahwa: teologia liberal itu merupakan usaha manusiawi, yang menjadikan Allah serupa dan segambar dengan manusia, serta memberikan penekanan yang kuat sekali kepada kebudayaan manusia, hakekat manusia, dan cara berpikir manusia. Gerakan neo-orthodox itu menekankan bahwa iman mulai dengan Allah yang bersabda, dan Alkitablah yang menyaksikan Allah itu. Ada banyak orang, terutama di kalangan-kalangan yang berbahasa Inggris, yang tidak dapat menyetujui argumentasi-argumentasi khas yang dikemukakan teolog-teolog seperti Barth. Pengaruh gerakan neo-orthodox itu tidak nampak dalam bentuk konkrit dan agak bersifat umum, namun cukup besar juga. Atau mungkin lebih tepat kalau kita berbicara bukan tentang pengaruh ke-neo-orthodox-an itu pada teologia secara keseluruhan, melainkan bahwa ke-neo-orthodox-an itu merupakan suatu gejala khas dari pada kecenderungan yang tersebar luas di seluruh bidang teologia.

2. Ditekankannya Alkitab di luar gerakan neo-orthodox Ada alihan-aliran teologis yang lain-lain lagi yang memang tidak menyetujui pendapat-pendapat khas yang berlaku di kalangan neo-orthodox, namun merekapun makin lama makin mendekati Alkitab, makin bersandar pada isi Alkitab, makin menekankan Alkitab dan kekhasannya. Nampaklah pada waktu itu suatu hasrat untuk mengutamakan “pernyataan Allah” dan sejajar dengan penekanan itu suatu sikap peremehan terhadap “teologia alamiah” (natural teology) atau “agama alamiah” atau bahkan terhadap “agama” begitu saja. Telah menjadi suatu mode untuk menggariskan kontras antara pemikiran Alkitab (yang dinilai teologis positif) dengan cara-cara berpikir yang dianggap saingan, misalnya cara berpikir Yunani dan filosofis (yang dalam perbandingan dengan Alkitab dinilai negatif). Memang patut dicatat juga bahwa selalu ada suara-suara yang mengkritik kecenderungan-kecenderungan tersebut, namun harus diakui bahwa kecenderungan-kecenderungan itu kuat sekali, sehingga orang-orang yang menentangnya sering merasa terdesak.

3. Akibat-akibat gerakan kritik-historis Sejajar dengan perkembangan-perkembangan itu, beberapa problema yang sulit mengenai Alkitab, yang sudah mengganggu gereja-gereja, dan terutama gereja-gereja Protestan, selama lebih dari satu abad, agaknya sudah hampir dapat dipecahkan. Selama satu abad lebih, ahli-ahli Alkitab sudah biasa menggunakan metode-metode historis-kritis dalam menyelidiki kitab-kitab dalam Alkitab. Maka penggunaan metode-metode tersebut telah sangat mempengaruhi penilaian yang lazim diberikan kepada kitab-kitab tersebut. Dengan mengenakan metode-metode historis-kritis kepada bagian-bagian Alkitab seperti yang dikenakan kepada kesusasteraan kuna atau karangan-karangan sejarah yang kuna, para ahli telah sampai kepada kesimpulan-kesimpulan sbb.:
1. Banyak kitab-kitab dalam Alkitab sebenarnya tidak dikarang oleh oknum yang secara tradisionil dianggap pengarangnya.

2. Kemungkinan ada bahwa kitab-kitab tersebut terdiri dari berbagai lapis bahan yang berasal dari berbagai periode, dan yang disusun menjadi satu oleh redaktor pada akhir proses yang panjang.

3. Diakui bahwa kitab-kitab tersebut mungkin mengandung unsur-unsur mitologis atau legenda-legenda historis, sehingga sejarah jaman kuna yang melatar-belakangi kitab-kitab Alkitab itu harus direkonstruksikan, dan tidak dapat diambil begitu saja dari naskah Alkitab sendiri. Kesimpulan-kesimpulan yang bersifat kritis seperti itu menyebabkan retak-retak yang cukup mendalam dalam tubuh gereja Protestan. Kaum konservatif berpendapat bahwa kesimpulan-kesimpulan yang demikian itu membahayakan atau menyangkali sentralitas dan kewibawaan Alkitab di dalam gereja.

Kalau harus diakui bahwa ada ketidaktelitian atau ketidaktepatan historis di dalam Alkitab, bagaimanakah Alkitab masih dapat dianggap teliti dan tepat secara teologis? Di pihak lain, jenis-jenis teologia yang bercorak liberal tidak lagi bersandar mutlak pada Alkitab, melainkan cenderung untuk menggunakannya secara selektif. Sedangkan golongan yang lain lagi, yaitu ahli-ahli sejarah agama Alkitab, nampaknya meneruskan tugas-analisanya dengan seolah-olah tidak peduli akan berita Alkitab secara keseluruhan, dan seolah-olah tidak mempunyai suatu pandangan poositif tentang pentingnya Alkitab atau kewibawaannya.Keretakan-keretakan dalam gereja Protestan yang terjadi demikian, yaitu antara kaum konservatif yang bersandar pada Alkitab dan kaum liberal yang mencita-citakan pandangan yang lebih luas, telah lama menyebabkan kesengsaraan yang pedih di tengah-tengah umat Kristen.

4. Ciri-ciri keneo-orthodoxan

a. Unsur polemik terhadap fundamentalisme Tetapi menjelang akhir perang dunia II, ada kesan bahwa kesulitan-kesulitan itu sudah mulai teratasi. Penekanan pada Alkitab yang menjadi ciri-khas dari pada teologia baru itu, tidaklah identik dengan fundamentalisme atau obskurantisme. Sebaliknya teologia neo-orthodox itu dianggap oleh penganut-penganutnya sebagai teologia yang sesuai dengan metode-metode research yang modern, yaitu penelitian historis. Bahkan gerakan baru yang kembali menekankan kewibawaan Alkitab ini justeru mengandung suatu polemik terhadap fundamentalisme, terhadap konservatisme yang bersifat biblisistik. Karena gerakan neo-orthodox itu beranggapan bahwa kaum fundamentalis memanglah mempertahankan konsep kewibawaan Alkitab secara lahiriah, namun gagal dalam menyadari dan meresapi logika-intern dari pada Alkitab sendiri. Jadi sejajar dengan pengritikannya terhadap teologia liberal yang telah mendahuluinya, gerakan neo-orthodox itu bercita-cita untuk menghargai kewibawaan Alkitab sambil mengaku-sah pendekatan kritis terhadap Alkitab. Sikap berpegang kepada Alkitab dianggap bukan sikap yang kolot, melainkan justeru sikap yang baru yang membebaskan, malah yang revolusioner.

b. Alkitab dipandang sebagai keseluruhan Salah satu aspek dari cara-berpikir pada periode sesudah perang, ialah desakannya bahwa Alkitab dapat dan bahkan harus didekati secara keseluruhan. Penekanan yang demikian merupakan reaksi terhadap teologia liberal, yang sering memberi kesan seolah-olah memutlakkan satu unsur dari isi Alkitab. Misalnya, gambaran Yesus dalam Injil-injil Sinoptis (atau bagian-bagian tertentu dari gambar tersebut) dianggap definitif; selanjutnya gambar sinoptis yang dimutlakkan itu dipertentangkan dengan gambar Yesus menurut Paulus. Atau (contoh lain) dipertentangkan antara Allah Perjanjian Lama dengan Allah Perjanjian Baru. Ditekankannya Alkitab sebagai keseluruhan juga merupakan protes terhadap metode para pengritik yang menekankan analisa melulu. Memang, kata kaum neo-orthodox, Alkitab dapat dibagi-bagi menurut sumber-sumbernya. Tetapi sesudah tugas analisa itu dikerjakan, apakah tidak dapat dikatakan sesuatupun tentang makna Alkitab sebagai keseluruhan? Diakui adanya perbedaan-perbedaan historis dan keanekaragaman penekanan-penekanan di dalam keseluruhan Alkitab itu. Tetapi menurut kaum neo-orthodox, suara-suara yang berlain-iainan itu merupakan suatu paduan suara yang harmonis. Alkitab berpengaruh terhadap iman Kristen bukan hanya melalui bagian ini atau bagian itu, melainkan juga berbicara melalui interelasi antara semua bagian yang terdapat dalam Alkitab itu. Contoh yang paling menyolok ialah: adalah merupakan aksioma, menurut kaum neo-orthodox, bahwa Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru bersama merupakan suatu kesatuan. Oleh karena itu, kaum neoorthodox mengecam kecenderungan teologia liberal untuk mengabaikan Perjanjian Lama. Ditekankan bahwa cara berpikir orang Ibrani tidak hanya menjiwai seluruh Perjanjian Lama, melainkan mewarnai Perjanjian Baru juga. Bahkan ada yang mengatakan bahwa cara berpikir Ibrani itu justeru merupakan kunci yang membuka pengertian Perjanjian Baru. Kaum neo-orthodox menekankan bahwa Perjanjian Baru itu dapat disalah-mengerti sama sekali kalau dibaca dengan bantuan kategori-kategori Yunani yang laku pada abad yang pertama Masehi. Hanya jikalau orang membaca Perjanjian Baru menurut kategori-kategori Ibrani, dapatlah diperoleh pengertian yang sah. Pendek kata, keyakinan akan kesatuan Alkitab mendapat perhatian yang lebih besar, dibandingkan dengan yang lazim selama puluhan tahun sebelumnya. Analisa-analisa yang telah dibuat oleh para pengritik Alkitab telah merobohkan harmonisasi-harmonisasi yang kuna dan telah menyatakan keanekaragaman sumber-sumber Alkitab, baik dalam hal ketelitian historis, maupun dalam hal penekanan-penekanan teologisnya. Maka oleh kaum neoorthodox, pendekatan yang analitis itu diimbangi dengan pendekatan yang lebih bersifat sintetis.

c. Ditekankannya exegesis Keyakinan akan kesatuan Alkitab membawa akibat yang penting dalam kegiatan-kegiatan gereja. Misalnya, khotbah-khotbah yang bersifat uraian Alkitabiah makin laku, –walaupun dalam prakteknya usaha untuk menghayati prinsip “berkhotbah secara Alkitabiah” kadang-kadang berjalan pincang. Dan terutama di kalangan-kalangan yang berbahasa Inggris, kaum neo-orthodox gagal dalam menemukan suatu metoda homiletik yang modern dan jelas, yang dapat mendasari usaha “berkhotbah secara Alkitabiah ‘ itu. Namun demikian, nampaklah suatu gerakan yang cukup berpengaruh, yang menuntut “khotbah-khotbah yang lebih bersifat Alkitabiah.”

d. Keneo-orthodoxan dan gerakan oikumenis Sementara itu gerakan oikumene merupakan salah satu pusat kegiatan gereja, dan dalam gerakan itupun ditekankannya secara baru Alkitab membawa effek yang cukup besar. Ditekankan bahwa Alkitablah yang merupakan unsur pokok yang dimiliki oleh semua gereja-gereja bersama, sehingga kalau gereja-gereja dan tradisi-tradisi Kristen dapat mempererat hubungannya dengan Alkitab, pastilah mereka akan merasakan keakraban yang lebih erat- satu sama lain. Memang diakui adanya perbedaan faham antara tradisi yang satu dengan tradisi yang lain, tetapi ada anggapan bahwa perbedaan-perbedaan yang demikian itu sebenarnya berakar dalam perbedaan latar-belakang kebudayaan, filsafat, atau unsur-unsur non-Alkitabiah yang lain-lain lagi, yang telah diambil alih oleh masing-masing tradisi dalam proses perkembangan-historisnya. Maka timbul pemikiran bahwa, kalau tradisi-tradisi itu dibandingkan dengan Alkitab, unsur-unsur non-Alkitabiah itu akan nampak sebagai unsur-unsur heterogen, dan sekali hal itu disadari, maka unsur-unsur itu akan terhapus atau sedikit-dikitnya akan ditundukkan kepada pola-pola yang sungguh-sungguh Alkitabiah. Dengan perkembangan yang demikian, pastilah gereja-gereja akan merasa lebih dekat satu sama lain. Jadi usaha untuk memupuk penafsiran Alkitab bersama merupakan untuk yang penting dalam program diskusi oikumene.

e. Keneo-orthodoxan dan soal-soal sosio-politis Diskusi oikumenis meliputi berbagai soal sosio-politik yang menarik perhatian gereja-gereja. Di situpun ditekankannya kewibawaan Alkitab dianggap sebagai sumbangan positif, karena dengan ditekankannya hal tersebut agaknya kehidupan gereja Kristen menjadi lebih terbuka kepada dunia, yaitu kepada problem-problem manusiawi dan bendawi. Agaknya dengan demikian kaum Kristen akan menjadi lebih sadar akan realita-realita bendawi dan praktis, sedangkan pemusatan perhatian kepada soal-soal spirituil dan idiil melulu, akan berkurang. Perhatian terhadap persoalan-persoalan politis dan bendawi adalah merupakan unsur yang menarik dalam berita Alkitab. Maka oleh karena itu orang-orang Kristen dan gereja-gereja Kristen berpaling kepada Alkitab dalam mencari jawaban-jawaban atas persoalan-persoalan demikian. Ada usaha misalnya untuk menggariskan pandangan Alkitabiah terhadap pekerjaan sehari-hari, atau terhadap soal kesehatan, atau soal kenegaraan, sehingga pokok-pokok yang demikian itu diteliti secara cukup mendalam.
5. Kesimpulan Maka dalam hal-hal yang demikian itu Alkitab pada periode sesudah perang agaknya sudah mendapat kembali kedudukan yang sentral di dalam gereja-gereja dan di dalam iman orang Kristen. Pada periode-periode sebelumnya kedudukan Alkitab telah mengalami kegoncangan, di bawah pengaruh pendekatan kritis-historis. Alkitab juga agak diabaikan pada periode teologia liberal. Bahkan beberapa sisa dari persoalan-persoalan yang telah timbul pada periode-periode itu belum terpecahkan. Tetapi pada prinsipnya, sentralitas-mutlak Alkitab dalam iman Kristen dan dalam kehidupan gereja sudah diakui dan diteguhkan. Pada periode sesudah perang, hampir tidak ada orang yang menyadari bahwa kedudukan Alkitab, yang nampaknya begitu teguh itu, akan menjadi goyang kembali. Bahkan persoalan-persoalan, yang tadinya dianggap sudah beres untuk selama-lamanya itu, tidak orang harapkan akan muncul kembali, malah muncul dalam rumusan yang lebih tajam lagi

http://media.isnet.org/kristen/Modern/0101.html#I

Bukti Kebenaran Al-Quran

Al-Quran mempunyai sekian banyak fungsi. Di antaranya adalah menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad saw. Bukti kebenaran tersebut dikemukakan dalam tantangan yang sifatnya bertahap. Pertama, menantang siapa pun yang meragukannya untuk menyusun semacam Al-Quran secara keseluruhan (baca QS 52:34). Kedua, menantang mereka untuk menyusun sepuluh surah semacam Al-Quran (baca QS 11:13). Seluruh Al-Quran berisikan 114 surah. Ketiga, menantang mereka untuk menyusun satu surah saja semacam Al-Quran (baca QS 10:38). Keempat, menantang mereka untuk menyusun sesuatu seperti atau lebih kurang sama dengan satu surah dari Al-Quran (baca QS 2:23).

Dalam hal ini, Al-Quran menegaskan: Katakanlah (hai Muhammad) sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Quran ini, niscaya mereka tidak akan mampu membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain. (QS 17 :88).

Seorang ahli berkomentar bahwa tantangan yang sedemikian lantang ini tidak dapat dikemukakan oleh seseorang kecuali jika ia memiliki satu dari dua sifat: gila atau sangat yakin. Nabi Muhammad saw sangat yakin akan wahyu-wahyu Tuhan, karena “Wahyu adalah informasi yang diyakini dengan sebenarnya bersumber dari Tuhan.”

Walaupun Al-Quran menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad, tapi fungsi utamanya adalah menjadi “petunjuk untuk seluruh umat manusia.” Petunjuk yang dimaksud adalah petunjuk agama, atau yang biasa juga disebut sebagai syari’at. Syari’at, dari segi pengertian kebahasaan, berarti ‘ jalan menuju sumber air.” Jasmani manusia, bahkan seluruh makhluk hidup, membutuhkan air, demi kelangsungan hidupnya.
Ruhaninya pun membutuhkan “air kehidupan.” Di sini, syari’at mengantarkan seseorang menuju air kehidupan itu.

Dalam syari’at ditemukan sekian banyak rambu-rambu jalan: ada yang berwarna merah, yang berarti larangan; ada pula yang berwarna kuning, yang memerlukan kehati-hatian; dan ada yang hijau warnanya, yang melambangkan kebolehan melanjutkan perjalanan. Ini semua, persis sama dengan lampu-lampu lalulintas. Lampu merah tidak memperlambat seseorang sampai ke tujuan. Bahkan ia merupakan salah satu faktor utama yang memelihara pejalan dari mara bahaya.

Demikian juga halnya dengan “lampu-lampu merah” atau larangan-larangan agama. Kita sangat membutuhkan peraturan-peraturan lalulintas demi memelihara keselamatan kita. Demikian juga dengan peraturan lalulintas menuju kehidupan yang lebih jauh, kehidupan sesudah mati. Di sini, siapakah yang seharusnya membuat peraturan-peraturan menuju perjalanan yang sangat jauh itu? Manusia memiliki kelemahan-kelemahan. Antara lain, ia seringkali bersifat egoistis. Disamping itu, pengetahuannya sangat terbatas.

Lantaran itu, jika ia yang diserahi menyusun peraturan lalulintas menuju kehidupan sesudah mati, maka diduga keras bahwa ia, di samping hanya akan menguntungkan dirinya sendiri, juga akan sangat terbatas bahkan keliru, karena ia tidak mengetahui apa yang akan terjadi setelah kematian. Jika demikian, yang harus menyusunnya adalah “Sesuatu” yang tidak bersifat egoistis, yang tidak mempunyai sedikit kepentingan pun, sekaligus memiliki pengetahuan yang Mahaluas. “Sesuatu” itu adalah Tuhan Yang Mahaesa, dan peraturan yang dibuatnya itu dinamai “agama”.

Sayang bahwa tidak semua manusia dapat berhubungan langsung secara jelas dengan Tuhan, guna memperoleh informasi-Nya. Karena itu, Tuhan memilih orang-orang tertentu, yang memiliki kesucian jiwa dan kecerdasan pikiran untuk menyampaikan informasi tersebut kepada mereka.

Mereka yang terpilih itu dinamai Nabi atau Rasul. Karena sifat egoistis manusia, maka ia tidak mempercayai informasi-informasi Tuhan yang disampaikan oleh para Nabi itu. Mereka bahkan tidak percaya bahwa manusia-manusia terpilih itu adalah Nabi-nabi yang mendapat tugas khusus dari Tuhan. Untuk meyakinkan manusia, para Nabi atau Rasul diberi bukti-bukti yang pasti dan terjangkau.

Bukti-bukti tersebut merupakan hal-hal tertentu yang tidak mungkin dapat mereka –sebagai manusia biasa (bukan pilihan Tuhan)– lakukan.
Bukti-bukti tersebut dalam bahasa agama dinamai “mukjizat”.

Para Nabi atau Rasul terdahulu memiliki mukjizat-mukjizat yang bersifat temporal, lokal, dan material. Ini disebabkan karena misi mereka terbatas pada daerah tertentu dan waktu tertentu. Ini jelas berbeda dengan misi Nabi Muhammad saw. Beliau diutus untuk seluruh umat manusia, di mana dan kapan pun hingga akhir zaman. Pengutusan ini juga memerlukan mukjizat. Dan karena sifat pengutusan itu, maka bukti kebenaran beliau juga tidak mungkin bersifat lokal, temporal, dan material.

Bukti itu harus bersifat universal, kekal, dapat dipikirkan dan dibuktikan kebenarannya oleh akal manusia. Di sinilah terletak fungsi Al-Quran sebagai mukjizat. Paling tidak ada tiga aspek dalam Al-Quran yang dapat menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad saw., sekaligus menjadi bukti bahwa seluruh informasi atau petunjuk yang disampaikannya adalah benar bersumber dari Allah SWT. Ketiga aspek tersebut akan lebih meyakinkan lagi, bila diketahui bahwa Nabi Muhammad bukanlah seorang yang pandai membaca dan menulis. Ia juga tidak hidup dan bermukim di tengah-tengah masyarakat yang relatif telah mengenal peradaban, seperti Mesir, Persia atau Romawi. Beliau dibesarkan dan hidup di tengah-tengah kaum yang oleh beliau sendiri dilukiskan sebagai “Kami adalah masyarakat yang tidak pandai menulis dan berhitung.” Inilah sebabnya, konon, sehingga angka yang tertinggi yang mereka ketahui adalah tujuh.

Inilah latar belakang, mengapa mereka mengartikan “tujuh langit” sebagai “banyak langit.” Al-Quran juga menyatakan bahwa seandainya Muhammad dapat membaca atau menulis pastilah akan ada yang meragukan kenabian beliau (baca QS 29:48). Ketiga aspek yang dimaksud di atas adalah sebagai berikut.

Pertama, aspek keindahan dan ketelitian redaksi-redaksinya. Tidak mudah untuk menguraikan hal ini, khususnya bagi kita yang tidak memahami dan memiliki “rasa bahasa” Arab –karena keindahan diperoleh melalui “perasaan”, bukan melalui nalar. Namun demikian, ada satu atau dua hal menyangkut redaksi Al-Quran yang dapat membantu pemahaman aspek pertama ini. Seperti diketahui, seringkali Al-Quran “turun” secara spontan, guna menjawab pertanyaan atau mengomentari peristiwa. Misalnya pertanyaan orang Yahudi tentang hakikat ruh. Pertanyaan ini dijawab secara langsung, dan tentunya spontanitas tersebut tidak memberi peluang untuk berpikir dan menyusun jawaban dengan redaksi yang indah apalagi teliti. Namun demikian, setelah Al-Quran rampung diturunkan dan kemudian dilakukan analisis serta perhitungan tentang redaksi-redaksinya, ditemukanlah hal-hal yang sangat menakjubkan.

Ditemukan adanya keseimbangan yang sangat serasi antara kata-kata yang digunakannya, seperti keserasian jumlah dua kata yang bertolak belakang. Abdurrazaq Nawfal, dalam Al-Ijaz Al-Adabiy li Al-Qur’an Al-Karim yang terdiri dari tiga jilid, mengemukakan sekian banyak contoh tentang keseimbangan tersebut, yang dapat kita simpulkan secara sangat singkat sebagai berikut.

A. Keseimbangan antara jumlah bilangan. kata dengan antonimnya.
Beberapa contoh, di antaranya: • Al-hayah (hidup) dan al-mawt (mati), masing-masing sebanyak 145 kali; • Al-naf’ (manfaat) dan al-madharrah (mudarat), masing-masing sebanyak 50 kali; • Al-har (panas) dan al-bard (dingin), masing-masing 4 kali; • Al-shalihat (kebajikan) dan al-sayyi’at (keburukan), masing-masing 167 kali; • Al-Thumaninah (kelapangan/ketenangan) dan al-dhiq (kesempitan/kekesalan), masing-masing 13 kali; • Al-rahbah (cemas/takut) dan al-raghbah (harap/ingin), masing-masing 8 kali; • Al-kufr (kekufuran) dan al-iman (iman) dalam bentuk definite, masing-masing 17 kali; • Kufr (kekufuran) dan iman (iman) dalam bentuk indifinite, masing-masing 8 kali; • Al-shayf (musim panas) dan al-syita’ (musim dingin), masing-masing 1 kali.

B. Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya/makna yang dikandungnya. • Al-harts dan al-zira’ah (membajak/bertani), masing-masing 14 kali; • Al-‘ushb dan al-dhurur (membanggakan diri/angkuh), masing-masing 27 kali; • Al-dhallun dan al-mawta (orang sesat/mati [jiwanya]), masing-masing 17 kali; • Al-Qur’an, al-wahyu dan Al-Islam (Al-Quran, wahyu dan Islam), masing-masing 70 kali; • Al-aql dan al-nur (akal dan cahaya), masing-masing 49 kali; • Al-jahr dan al-‘alaniyah (nyata), masing-masing 16 kali.

C. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjuk kepada akibatnya. • Al-infaq (infak) dengan al-ridha (kerelaan), masing-masing 73 kali; • Al-bukhl (kekikiran) dengan al-hasarah (penyesalan), masing-masing 12 kali; • Al-kafirun (orang-orang kafir) dengan al-nar/al-ahraq (neraka/ pembakaran), masing-masing 154 kali; • Al-zakah (zakat/penyucian) dengan al-barakat (kebajikan yang banyak), masing-masing 32 kali; • Al-fahisyah (kekejian) dengan al-ghadhb (murka), masing-masing 26 kali.

D. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya. • Al-israf (pemborosan) dengan al-sur’ah (ketergesa-gesaan), masing-masing 23 kali; • Al-maw’izhah (nasihat/petuah) dengan al-lisan (lidah), masing-masing 25 kali; • Al-asra (tawanan) dengan al-harb (perang), masing-masing 6 kali; • Al-salam (kedamaian) dengan al-thayyibat (kebajikan), masing-masing 60 kali.

E. Di samping keseimbangan-keseimbangan tersebut, ditemukan juga keseimbangan khusus. (1) Kata yawm (hari) dalam bentuk tunggal sejumlah 365 kali, sebanyak hari-hari dalam setahun. Sedangkan kata hari yang menunjuk kepada bentuk plural (ayyam) atau dua (yawmayni), jumlah keseluruhannya hanya tiga puluh, sama dengan jumlah hari dalam sebulan. Disisi lain, kata yang berarti “bulan” (syahr) hanya terdapat dua belas kali, sama dengan jumlah bulan dalam setahun.

(2) Al-Quran menjelaskan bahwa langit ada “tujuh.” Penjelasan ini diulanginya sebanyak tujuh kali pula, yakni dalam ayat-ayat Al-Baqarah 29, Al-Isra’ 44, Al-Mu’minun 86, Fushshilat 12, Al-Thalaq 12, Al-Mulk 3, dan Nuh 15. Selain itu, penjelasannya tentang terciptanya langit dan bumi dalam enam hari dinyatakan pula dalam tujuh ayat.

(3) Kata-kata yang menunjuk kepada utusan Tuhan, baik rasul (rasul), atau nabiyy (nabi), atau basyir (pembawa berita gembira), atau nadzir (pemberi peringatan), keseluruhannya berjumlah 518 kali. Jumlah ini seimbang dengan jumlah penyebutan nama-nama nabi, rasul dan pembawa berita tersebut, yakni 518 kali.

Demikianlah sebagian dari hasil penelitian yang kita rangkum dan kelompokkan ke dalam bentuk seperti terlihat di atas. Kedua adalah pemberitaan-pemberitaan gaibnya. Fir’aun, yang mengejar-ngejar Nabi Musa., diceritakan dalam surah Yunus. Pada ayat 92 surah itu, ditegaskan bahwa “Badan Fir’aun tersebut akan diselamatkan Tuhan untuk menjadi pelajaran generasi berikut.” Tidak seorang pun mengetahui hal tersebut, karena hal itu telah terjadi sekitar 1200 tahun S.M.

Nanti, pada awal abad ke-19, tepatnya pada tahun 1896, ahli purbakala Loret menemukan di Lembah Raja-raja Luxor Mesir, satu mumi, yang dari data-data sejarah terbukti bahwa ia adalah Fir’aun yang bernama Maniptah dan yang pernah mengejar Nabi Musa a.s.

Selain itu, pada tanggal 8 Juli 1908, Elliot Smith mendapat izin dari pemerintah Mesir untuk membuka pembalut-pembalut Fir’aun tersebut. Apa yang ditemukannya adalah satu jasad utuh, seperti yang diberitakan oleh Al-Quran melalui Nabi yang ummiy (tak pandai membaca dan menulis itu). Mungkinkah ini? Setiap orang yang pernah berkunjung ke Museum Kairo, akan dapat melihat Fir’aun tersebut.

Terlalu banyak ragam serta peristiwa gaib yang telah diungkapkan Al-Quran dan yang tidak mungkin dikemukakan dalam kesempatan yang terbatas ini.
Ketiga, isyarat-isyarat ilmiahnya. Banyak sekah isyarat ilmiah yang ditemukan dalam Al-Quran. Misalnya diisyaratkannya bahwa “Cahaya matahari bersumber dari dirinya sendiri, sedang cahaya bulan adalah pantulan (dari cahaya matahari)” (perhatikan QS 10:5); atau bahwa jenis kelamin anak adalah hasil sperma pria, sedang wanita sekadar mengandung karena mereka hanya bagaikan “ladang” (QS 2:223); dan masih banyak lagi lainnya yang kesemuanya belum diketahui manusia kecuali pada abad-abad bahkan tahun-tahun terakhir ini.

Dari manakah Nabi Muhammad mengetahuinya kalau bukan dari Allah, Allah Yang Maha Mengetahui! Kesemua aspek tersebut tidak dimaksudkan kecuali menjadi bukti bahwa petunjuk-petunjuk yang disampaikan oleh Al-Quran adalah benar, sehingga dengan demikian manusia yakin serta secara tulus mengamalkan petunjuk-petunjuknya.

MEMBUMIKAN AL-QURAN
“Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat”

Dr. M. Quraish Shihab

Keotentikan Al-Quran

Al-Quran Al-Karim memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat. Salah satu di antaranya adalah bahwa ia merupakan kitab yang keotentikannya dijamin oleh Allah, dan ia adalah kitab yang selalu dipelihara.

Inna nahnu nazzalna al-dzikra wa inna lahu lahafizhun (Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-Quran dan Kamilah Pemelihara-pemelihara-Nya) (QS 15:9). Demikianlah Allah menjamin keotentikan Al-Quran, jaminan yang diberikan atas dasar Kemahakuasaan dan Kemahatahuan-Nya, serta berkat upaya-upaya yang dilakukan oleh makhluk-makhluk-Nya, terutama oleh manusia.

Dengan jaminan ayat di atas, setiap Muslim percaya bahwa apa yang dibaca dan didengarnya sebagai Al-Quran tidak berbeda sedikit pun dengan apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah saw., dan yang didengar serta dibaca oleh para sahabat Nabi saw. Tetapi, dapatkah kepercayaan itu didukung oleh bukti-bukti lain? Dan, dapatkah bukti-bukti itu meyakinkan manusia, termasuk mereka yang tidak percaya akan jaminan Allah di atas? Tanpa ragu kita mengiyakan pertanyaan di atas, karena seperti yang ditulis oleh almarhum ‘Abdul-Halim Mahmud, mantan Syaikh Al-Azhar: “Para orientalis yang dari saat ke saat berusaha menunjukkan kelemahan Al-Quran, tidak mendapatkan celah untuk meragukan keotentikannya.”1 Hal ini disebabkan oleh bukti-bukti kesejarahan yang mengantarkan mereka kepada kesimpulan tersebut.

Bukti-bukti dari Al-Quran Sendiri Sebelum menguraikan bukti-bukti kesejarahan, ada baiknya saya kutipkan pendapat seorang ulama besar Syi’ah kontemporer, Muhammad Husain Al-Thabathaba’iy, yang menyatakan bahwa sejarah Al-Quran demikian jelas dan terbuka, sejak turunnya sampai masa kini.
Ia dibaca oleh kaum Muslim sejak dahulu sampai sekarang, sehingga pada hakikatnya Al-Quran tidak membutuhkan sejarah untuk membuktikan keotentikannya.

Kitab Suci tersebut lanjut Thabathaba’iy memperkenalkan dirinya sebagai Firman-firman Allah dan membuktikan hal tersebut dengan menantang siapa pun untuk menyusun seperti keadaannya. Ini sudah cukup menjadi bukti, walaupun tanpa bukti-bukti kesejarahan. Salah satu bukti bahwa Al-Quran yang berada di tangan kita sekarang adalah Al-Quran yang turun kepada Nabi saw. tanpa pergantian atau perubahan –tulis Thabathaba’iy lebih jauh– adalah berkaitan dengan sifat dan ciri-ciri yang diperkenalkannya menyangkut dirinya, yang tetap dapat ditemui sebagaimana keadaannya dahulu.

Dr. Mustafa Mahmud, mengutip pendapat Rasyad Khalifah, juga mengemukakan bahwa dalam Al-Quran sendiri terdapat bukti-bukti sekaligus jaminan akan keotentikannya. Huruf-huruf hija’iyah yang terdapat pada awal beberapa surah dalam Al-Quran adalah jaminan keutuhan Al-Quran sebagaimana diterima oleh Rasulullah saw. Tidak berlebih dan atau berkurang satu huruf pun dari kata-kata yang digunakan oleh Al-Quran.

Kesemuanya habis terbagi 19, sesuai dengan jumlah huruf-huruf B(i)sm Ali(a)h Al-R(a)hm(a)n Al-R(a)him. (Huruf a dan i dalam kurung tidak tertulis dalam aksara bahasa Arab). Huruf (qaf) yang merupakan awal dari surah ke-50, ditemukan terulang sebanyak 57 kali atau 3 X 19. Huruf-huruf kaf, ha’, ya’, ‘ayn, shad, dalam surah Maryam, ditemukan sebanyak 798 kali atau 42 X 19. Huruf (nun) yang memulai surah Al-Qalam, ditemukan sebanyak 133 atau 7 X 19. Kedua, huruf (ya’) dan (sin) pada surah Yasin masing-masing ditemukan sebanyak 285 atau 15 X 19. Kedua huruf (tha’) dan (ha’) pada surah Thaha masing-masing berulang sebanyak 342 kali, sama dengan 19 X 18. Huruf-huruf (ha’) dan (mim) yang terdapat pada keseluruhan surah yang dimulai dengan kedua huruf ini, ha’ mim, kesemuanya merupakan perkalian dari 114 X 19, yakni masing-masing berjumlah 2.166.

Bilangan-bilangan ini, yang dapat ditemukan langsung dari celah ayat Al-Quran, oleh Rasyad Khalifah, dijadikan sebagai bukti keotentikan Al-Quran. Karena, seandainya ada ayat yang berkurang atau berlebih atau ditukar kata dan kalimatnya dengan kata atau kalimat yang lain, maka tentu perkalian-perkalian tersebut akan menjadi kacau.

Angka 19 di atas, yang merupakan perkalian dari jumlah-jumlah yang disebut itu, diambil dari pernyataan Al-Quran sendiri, yakni yang termuat dalam surah Al-Muddatstsir ayat 30 yang turun dalam konteks ancaman terhadap seorang yang meragukan kebenaran Al-Quran. Demikianlah sebagian bukti keotentikan yang terdapat di celah-celah Kitab Suci tersebut. Bukti-bukti Kesejarahan Al-Quran Al-Karim turun dalam masa sekitar 22 tahun atau tepatnya, menurut sementara ulama, dua puluh dua tahun, dua bulan dan dua puluh dua hari.

Ada beberapa faktor yang terlebih dahulu harus dikemukakan dalam rangka pembicaraan kita ini, yang merupakan faktor-faktor pendukung bagi pembuktian otentisitas Al-Quran.

(1) Masyarakat Arab, yang hidup pada masa turunnya Al-Quran, adalah masyarakat yang tidak mengenal baca tulis. Karena itu, satu-satunya andalan mereka adalah hafalan. Dalam hal hafalan, orang Arab –bahkan sampai kini– dikenal sangat kuat.

(2) Masyarakat Arab –khususnya pada masa
turunnya Al-Quran– dikenal sebagai masyarakat sederhana dan bersahaja: Kesederhanaan ini, menjadikan mereka memiliki waktu luang yang cukup, disamping menambah ketajaman pikiran dan hafalan.

(3) Masyarakat Arab sangat gandrung lagi membanggakan kesusastraan; mereka bahkan melakukan perlombaan-perlombaan dalam bidang ini pada waktu-waktu tertentu.
(4) Al-Quran mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasanya dan sangat mengagumkan bukan saja bagi orang-orang mukmin, tetapi juga orang kafir. Berbagai riwayat menyatakan bahwa tokoh-tokoh kaum musyrik seringkali secara sembunyi-sembunyi berupaya mendengarkan ayat-ayat Al-Quran yang dibaca oleh kaum Muslim. Kaum Muslim, disamping mengagumi keindahan bahasa Al-Quran, juga mengagumi kandungannya, serta meyakini bahwa ayat-ayat Al-Quran adalah petunjuk kebahagiaan dunia dan akhirat.

(5) Al-Quran, demikian pula Rasul saw., menganjurkan kepada kaum Muslim untuk memperbanyak membaca dan mempelajari Al-Quran dan anjuran tersebut mendapat sambutan yang hangat.

(6) Ayat-ayat Al-Quran turun berdialog dengan mereka, mengomentari keadaan dan peristiwa-peristiwa yang mereka alami, bahkan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Disamping itu, ayat-ayat Al-Quran turun sedikit demi sedikit. Hal itu lebih mempermudah pencernaan maknanya dan proses penghafalannya.

(7) Dalam Al-Quran, demikian pula hadis-hadis Nabi, ditemukan petunjuk-petunjuk yang mendorong para sahabatnya untuk selalu bersikap teliti dan hati-hati dalam menyampaikan berita –lebih-lebih kalau berita tersebut merupakan Firman-firman Allah atau sabda Rasul-Nya. Faktor-faktor di atas menjadi penunjang terpelihara dan dihafalkannya ayat-ayat Al-Quran. Itulah sebabnya, banyak riwayat sejarah yang menginformasikan bahwa terdapat ratusan sahabat Nabi saw. yang menghafalkan Al-Quran. Bahkan dalam peperangan Yamamah, yang terjadi beberapa saat setelah wafatnya Rasul saw., telah gugur tidak kurang dari tujuh puluh orang penghafal Al-Quran.

Walaupun Nabi saw. dan para sahabat menghafal ayat-ayat Al-Quran, namun guna menjamin terpeliharanya wahyu-wahyu Ilahi itu, beliau tidak hanya mengandalkan hafalan, tetapi juga tulisan. Sejarah menginformasikan bahwa setiap ada ayat yang turun, Nabi saw. lalu memanggil sahabat-sahabat yang dikenal pandai menulis, untuk menuliskan ayat-ayat yang baru saja diterimanya, sambil menyampaikan tempat dan urutan setiap ayat dalam surahnya.

Ayat-ayat tersebut mereka tulis dalam pelepah kurma, batu, kulit-kulit atau tulang-tulang binatang. Sebagian sahabat ada juga yang menuliskan ayat-ayat tersebut secara pribadi, namun karena keterbatasan alat tulis dan kemampuan maka tidak banyak yang melakukannya disamping kemungkinan besar tidak mencakup seluruh ayat Al-Quran. Kepingan naskah tulisan yang diperintahkan oleh Rasul itu, baru dihimpun dalam bentuk “kitab” pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar r.a.

Penulisan Mushhaf Dalam uraian sebelumnya dikemukakan bahwa ketika terjadi peperangan Yamamah, terdapat puluhan penghafal Al-Quran yang gugur. Hal ini menjadikan ‘Umar ibn Al-Khaththab menjadi risau tentang “masa depan Al-Quran”. Karena itu, beliau mengusulkan kepada Khalifah Abu Bakar agar mengumpulkan tulisan-tulisan yang pernah ditulis pada masa Rasul. Walaupun pada mulanya Abu Bakar ragu menerima usul tersebut –dengan alasan bahwa pengumpulan semacam itu tidak dilakukan oleh Rasul saw.– namun pada akhirnya ‘Umar r.a. dapat meyakinkannya. Dan keduanya sepakat membentuk suatu tim yang diketuai oleh Zaid ibn Tsabit dalam rangka melaksanakan tugas suci dan besar itu.

Zaid pun pada mulanya merasa sangat berat untuk menerima tugas tersebut, tetapi akhirnya ia dapat diyakinkan –apalagi beliau termasuk salah seorang yang ditugaskan oleh Rasul pada masa hidup beliau untuk menuliskan wahyu Al-Quran. Dengan dibantu oleh beberapa orang sahabat Nabi, Zaid pun memulai tugasnya. Abu Bakar r.a. memerintahkan kepada seluruh kaum Muslim untuk membawa naskah tulisan ayat Al-Quran yang mereka miliki ke Masjid Nabawi untuk kemudian diteliti oleh Zaid dan timnya.

Dalam hal ini, Abu Bakar r.a. memberi petunjuk agar tim tersebut tidak menerima satu naskah kecuali yang memenuhi dua syarat: Pertama, harus sesuai dengan hafalan para sahabat lain. Kedua, tulisan tersebut benar-benar adalah yang ditulis atas perintah dan di hadapan Nabi saw. Karena, seperti yang dikemukakan di atas, sebagian sahabat ada yang menulis atas inisiatif sendiri. Untuk membuktikan syarat kedua tersebut, diharuskan adanya dua orang saksi mata.

Sejarah mencatat bahwa Zaid ketika itu menemukan kesulitan karena beliau dan sekian banyak sahabat menghafal ayat Laqad ja’akum Rasul min anfusikum ‘aziz ‘alayh ma ‘anittun harish ‘alaykum bi almu’minina Ra’uf al-rahim (QS 9:128). Tetapi, naskah yang ditulis di hadapan Nabi saw. tidak ditemukan. Syukurlah pada akhirnya naskah tersebut ditemukan juga di tangan seorang sahabat yang bernama Abi Khuzaimah Al-Anshari.

Demikianlah, terlihat betapa Zaid menggabungkan antara hafalan sekian banyak sahabat dan naskah yang ditulis di hadapan Nabi saw., dalam rangka memelihara keotentikan Al-Quran.
Dengan demikian, dapat dibuktikan dari tata kerja dan data-data sejarah bahwa Al-Quran yang kita baca sekarang ini adalah otentik dan tidak berbeda sedikit pun dengan apa yang diterima dan dibaca oleh Rasulullah saw., lima belas abad yang lalu.

Sebelum mengakhiri tulisan ini, perlu dikemukakan bahwa Rasyad Khalifah, yang menemukan rahasia angka 19 yang dikemukakan di atas, mendapat kesulitan ketika menemukan bahwa masing-masing kata yang menghimpun Bismillahirrahmanirrahim, kesemuanya habis terbagi 19, kecuali Al-Rahim.
Kata Ism terulang sebanyak 19 kali, Allah sebanyak 2.698 kali, sama dengan 142 X 19, sedangkan kata Al-Rahman sebanyak 57 kali atau sama dengan 3 X 19, dan Al-Rahim sebanyak 115 kali. Di sini, ia menemukan kejanggalan, yang konon mengantarnya mencurigai adanya satu ayat yang menggunakan kata rahim, yang pada hakikatnya bukan ayat Al-Quran.

Ketika itu, pandangannya tertuju kepada surah Al-Tawbah ayat 128, yang pada mulanya tidak ditemukan oleh Zaid. Karena, sebagaimana terbaca di atas, ayat tersebut diakhiri dengan kata rahim. Sebenarnya, kejanggalan yang ditemukannya akan sirna, seandainya ia menyadari bahwa kata rahim pada ayat Al-Tawbah di atas, bukannya menunjuk kepada sifat Tuhan, tetapi sifat Nabi Muhammad saw. Sehingga ide yang ditemukannya dapat saja benar tanpa meragukan satu ayat dalam Al-Quran, bila dinyatakan bahwa kata rahim dalam Al-Quran yang menunjuk sifat Allah jumlahnya 114 dan merupakan perkalian dari 6 X 19. Penutup Demikianlah sekelumit pembicaraan dan bukti-bukti yang dikemukakan para ulama dan pakar, menyangkut keotentikan ayat-ayat Al-Quran. Terlihat bagaimana Allah menjamin terpeliharanya Kitab Suci ini, antara lain berkat upaya kaum beriman.

Catatan kaki

1 ‘Abdul Halim Mahmud, Al-Tafkir Al-Falsafiy fi Al-Islam, Dar Al-Kitab Al-Lubnaniy, Beirut, t.t., h. 50.

2 Muhammad Husain Al-Thabathabaly, Al-Qur’an fi Al-Islam, Markaz I’lam Al-Dzikra Al-Khamisah li Intizhar Al-Tsawrah Al-Islamiyah, Teheran, h. 175.

3 Mustafa Mahmud, Min Asrar Al-Qur’an, Dar Al-Ma’arif, Mesir, 1981, h. 64-65.

4 ‘Abdul Azhim Al-Zarqaniy, Manahil Al-‘Irfan i ‘Ulum Al-Qur’an, Al-Halabiy, Kairo, 1980, jilid 1, h. 250.

5 Ibid., h. 252.

http://media.isnet.org/islam/Quraish/Membumi/Otentik.html